Pengamat

Apa rasanya jadi seseorang yang cuma bisa mengamati?

Duduk diam-diam setiap hari, menciptakan kesibukan palsu dan mencuri lihat lewat ekor mata, berpikir: "Lagi ngapain ya dia?"

Lalu dalam kesendirian, ia akan tertegun. Tersenyum saat sosok itu tertawa. Tertawa saat mencuri dengar canda. Sepersekian detik lewat tatapnya ia berharap, sosok itu akan balik menatapnya dan tersenyum, tapi lewat sedetik ia akan berpaling, membuang muka, sambil mengutuki diri sendiri, "..ah, bego ah, bego."

Dan dalam rutinitasnya, semuanya jadi terlihat indah. Hanya ada ia dan sosok itu di sana. Merasa memahami, meski mungkin tidak pernah sepaham. Ikut bersimpati, meski yang sampai cuma angin lalu. Meski ia menyadari, keindahannya tak akan bisa dibawa keluar khayal.Karena ia tidak akan sanggup mengakui apa yang tak bisa ia raih. Maka sosok itu harus dibiarkan berupa sebuah objek. Koneksi ini harus dibiarkan lewat sebatas tatap. Dan mereka harus dibiarkan berada dalam sekian jarak. Tak lebih.

Ia akan terlihat indah, jika keindahannya tak dibawa keluar khayal. Karena cuma itulah yang bisa aku miliki.

Comments

Popular Posts