Perempuan, menggarisbawahi Pilihan

Setiap kehidupan memiliki pilihan, dan satu-satunya hal yang dibutuhkan untuk mendapatkannya adalah keberanian untuk memilih.

Kenapa perempuan? Mungkin, karena saya pun seorang perempuan, saya lebih tahu seluk-beluk rasa menjadi perempuan. Tuhan tidak menciptakan sifat-sifat keperempuanan tanpa alasan. Perempuan tidak termarjinalisasi berabad-abad tanpa alasan. Kenapa?

Saya sering heran; mengapa, misalnya, pengendara lelaki akan minggir jika ditegur Bapak dengan klakson, tetapi malah meneriaki "Anjing!" ketika saya yang melakukannya pada situasi yang sama? Adakah itu karena saya..yang salah? Saya..yang masih muda? Atau, saya...yang perempuan? Ini adalah satu contoh yang bila dikumpulkan bersama contoh-contoh lainnya, dapat dikaji dalam puluhan tesis yang hingga sekarang belum juga dicapai kesimpulannya. Kita dapat menyebutkan data per kasus sekian persen lelaki menganggap remeh perempuan untuk suatu urusan, tetapi kenyataan akan hal tersebut hanya dapat ditelaah oleh kedua pihak dalam kisah bersangkutan.

Sikap dan pandangan individu seorang lelaki terhadap seorang perempuan yang melingkupi sekelompok lelaki dan sekelompok perempuan dalam suatu kurun waktu, di kemudian hari dapat menjadi pendapat umum. Adat istiadat dapat saja menyebabkan komunikasi sulit dilakukan dalam posisi yang setara, hingga segalanya menjadi semakin rumit. Adakah lelaki, atau dirinya sendiri, yang membuat perempuan termarjinalisasi?

Sebagai perempuan, berulang kali saya katakan: perempuan itu kadang lucu--termasuk saya sendiri. Kita sendiri yang menginginkan, kita sendiri yang mati-matian memperjuangkan, jika perlu ditambah iba dan air mata; pada akhirnya kita juga yang menyesali. Ini bukan sesuatu yang perlu diubah, melainkan disadari: jangan marah bila orang mengritik; jangan jadikan alasan untuk dimengerti. Simpan keperempuanan dalam hati karena saat ini, kita adalah manusia. Tidak kurang. Tidak lebih.

Saya mempunyai seorang teman yang telah dan memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Ia seorang sarjana. Ia menulis, sepanjang waktu, tentang betapa mulianya menjadi sarjana rumah tangga yang mengabdikan diri pada keluarga. Tentang betapa uang dan gemerlap pekerjaan yang dimiliki seorang wanita karir tidak akan bisa menggantikan kebahagiaannya mengurus rumah tangga, betapa pun sederhananya. Ia menulis dan terus menulis sampai saya bertanya-tanya: sebenarnya apa yang kau cari?

Adik-adikku yang manis, yang telah dan akan lulus kuliah, bekerja, dan mungkin menikah, ingatlah: tidak akan ada yang namanya pengakuan untuk ibu rumah tangga. Tidak ada kenaikan gaji, tidak ada tunjangan promosi, apalagi masa cuti. Tidak akan ada yang memuji jika rumah rapi, anak-anak tumbuh sehat, atau karir suami cemerlang. Sebab ibu rumah tangga memilih kehidupannya bukan untuk diakui, bukan juga untuk dipamer-pamerkan pada segenap umat. Perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga atas pertimbangan matang yang tidak memerlukan pemahaman, apalagi pengakuan, dari siapapun yang tak punya urusan dengan kehidupannya.

Jadi, bila kalian masih membutuhkan pengakuan, carilah. Jangan terburu-buru memutuskan menikah, apalagi menjadi ibu rumah tangga. Jangan juga berharap mendapatkan pengakuan dari suami. Berumah tangga membutuhkan dua orang dewasa yang cukup ikhlas untuk mulai memikirkan kebutuhan orang lain selain kebutuhan untuk diakui

Lagipula, siapa bilang wanita berkarir untuk mendapatkan pengakuan?

Ada begitu banyak alasan bagi wanita untuk bekerja, tetapi yang saya perhatikan, alasannya tidak jauh-jauh dari menunjang kebutuhan rumah tangga. Ada juga memang yang bekerja demi mendapatkan biaya entertainment untuk dinikmati sendiri. Ada yang berpendapat bahwa uang suami adalah uang keluarga, sementara uangnya adalah uang pribadi yang tidak boleh diutak-utik. Bebas. Tetapi ayolah, jika kita seorang istri yang berpenghasilan, dan suami sedang kesulitan membiayai, apa kita sampai hati untuk tidak membantu?

Saya memilih berkerja sedini mungkin, selagi muda, memanfaatkan waktu yang ada untuk membantu calon suami mengumpulkan uang--sebab saya tidak ingin menyerahkan pengasuhan anak pada siapapun jika kelak menikah dan punya anak. Bukankah berusaha berdua lebih baik daripada sendiri? Pengalaman karir ini pun dapat saya simpan untuk dibagikan pada anak kelak. Setidaknya, saya bisa bilang: Nak, begini lho, mencari uang. Tidak mudah, kan?

Saya rasa perempuan, dengan sifatnya yang lembut, sebenarnya tidak terlalu memiliki kebutuhan untuk diakui. Pulanglah ke rumah dan temui ibu kalian, lalu cermati: berapa banyak pengakuan yang sudah ia dapatkan seumur hidup?

Ia menggarisbawahi pilihan, tanpa banyak bersuara.
 

Comments

  1. wow..ternyata hobby menulis juga mbak prit yg satu ini, speechless saya.

    btw sebuah pemikiran yg sangat tajam, mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aduh Pak, saya tidak menyangka kalau blog ini dibaca orang hahaha...jadi malu

      Delete

Post a Comment

Popular Posts