Hidup


Berdasarkan pengamatan pribadi, saya melihat: sindrom anak muda pasca lulus kuliah adalah berambisi kuliah keluar negeri, kebingungan mencari pekerjaan, dan kebelet untuk menikah. Stress, ketika melihat temannya berhasil pada satu hal dan mereka tidak. Proposal hidup telah disusun begitu runut, namun masih saja mereka menghabiskan beberapa bulan (bahkan tahun) untuk berputar-putar mencari apa yang sebenarnya mereka inginkan, atau mampu lakukan, dalam hidup.
So classic. Basi banget.
Sebenarnya saya mencoba berulang kali menulis unek-unek ini dengan bahasa yang lebih formal dan encrypted. Tentu saja gagal, karena saya belumlah sebijak yang saya pikirkan. Sebenarnya sebagai manusia yang baik kita tidak boleh mengurusi kehidupan orang lain terlalu sering, tetapi saya geregetan. 
Bagaimana tidak? Dulu, ketika masih menjadi mahasiswa, bukan hanya sekali dua kali saya mendapati bahwa anak-anak muda ini tidak punya tujuan hidup. Ditanya rencana hidupnya apa, jawabannya standar seperti urutan langkah cuci piring: jadi mapres, kerja sesuai jurusan, menikah, bahagia selamanya. Aduh Mas itu sih namanya cita-cita…okelah, rencana Anda untuk mencapai itu semua bagaimana?
Ya usaha.
Ya bagaimana itu berusahanya?
Hmm, belajar, aktif di organisasi, bikin banyak link
Hadeh. Mainstream.
Dulu saya berpikir bahwa jalan pikiran seperti itu adalah yang terbaik. Saya was-was: pertama, karena jalan pikiran saya tidak seperti itu. Kedua, karena saya yakin sekali anak yang masih menjawab seperti itu, pasti buta realita. Terutama karena yang kami pelajari adalah sains, bukan masyarakat.
Masa perkuliahan adalah masa ketika saya lebih banyak bergulat dengan diri sendiri. Terus terang saya lelah dengan kehidupan kampus. Saya tidak merasa tertantang. Saya merasa kampus tidak menawarkan apapun yang relevan dengan kehidupan nyata dan bisa digunakan untuk hidup. Hidup yang betul-betul hidup, bukan hidup menumpang ortu.
Tetapi kenapa sepertinya hanya sedikit saja teman yang berbagi keresahannya dengan saya? Saya melihat wajah anak-anak muda itu, tampaknya bahagia benar mereka dengan apa yang didapatkan. Baru belajar sedikit, serasa sudah bisa mengajari manusia sedunia. Baru berhasil sedikit, serasa pantas diakui oleh dunia.
Tahukah mereka bahwa dunia tidak bekerja seperti itu?
Sekeras-kerasnya, dunia sekolahan adalah dunia paling nyaman yang seorang manusia bisa rasakan. Di sekolah, kita masih punya pengajar yang menyiapkan materi dan ujian. Ibarat kelulusan adalah target jangka panjang, maka ujian adalah target jangka pendek. Kalau belajar dengan benar, pasti lulus ujian. Kalau lulus ujian, pasti lulus sekolah. Titik. Kalau hidup?
Hidup adalah kanvas putih yang semua-muanya diserahkan pengaturannya kepada kita. Mau dilukis? Boleh, tapi cari dulu kuas dan tintanya. Mau disobek-sobek? Boleh, cari sendiri pisau dan parangnya. Mau diam saja? Boleh juga. Paling-paling mati. Tidak ada satupun makhluk yang wajib peduli terhadap hidup kita, kecuali kita sendiri. Tidak ada yang harus peduli apakah kita mampu begini atau begitu, apakah kita benar atau salah, apakah kita harus maju, atau mundur, atau lompat atau bahkan diam sejenak. Semua terserah kepada kita, dan kitalah yang harus bertanggungjawab, bukan Bapak, atau Ibu, atau Suami, atau bahkan Anak. Kita. Kita!
Karena manusia berumur kepala dua seharusnya sudah mampu memutuskan ke mana dia akan melangkah, mampu memantapkan hatinya sendiri, mampu mengambil resiko dan berjuang sendiri, tanpa perlu ada yang mendorong-dorong. Support adalah bonus yang tidak bisa diharapkan ada setiap saat. Dan hidup tidak pernah memihak.
Meski hidup terasa tak adil, ketahuilah bahwa itulah yang telah adil, seadil-adilnya. Tidak akan ada keadilan yang lebih baik dari itu.
Adalah wajar, bila anak yang terbiasa berkompetisi di sekolah membayangkan bahwa kompetisi di luar sana akan mirip-mirip saja. Padahal tidak. Di kampus ada panitia lomba, ada sertifikat bagi pemenang, dan ada tepuk tangan penonton. 
Di luar sana? Cih. 
Untuk adik-adikku tersayang yang masih panjang hidupnya, bersiap-siaplah. Dunia tidak sesempit kampus. Lihat ke luar dan perhatikan dunia, melalui beragam kacamata, resapi dengan bijak, dan tentukan dengan berani: apa langkah saya selanjutnya? Apa yang perlu saya ketahui dan lupakan? Apa yang dapat saya lakukan untuk hidup?
Orang-orang dengan kehidupan produktif secara otomatis akan selalu berhati positif, sebab hidup mereka selalu sibuk. Amati. Pelajari. Ciptakan. Bagikan. Ulang. No hard feeling. Di dunia kerja, tidak ada orang baik dan orang jahat. Yang ada hanyalah orang yang capable dan TIDAK capable. Tetapi dalam hidup, tidak ada pemenang. Perlombaan ini hanyalah soal melawan diri sendiri yang menolak kemajuan zaman.

Comments

Popular Posts