Kecil

Sejak kecil aku suka menyendiri, 
mengamati manusia yang bagiku aneh. 

Mereka saling menyakiti--demi mendapat lebih. 

Lebih dari siapapun, juga dari hidup yang cukup.

Berkompetisi bukan atas rantai makanan yang terbatas, melainkan pada perlombaan yang diciptakan sendiri. 


Bersatu bukan pada hal yang perlu, melainkan pada politik-politik "penting". 


Diam pada kebenaran yang sulit diperjuangkan, namun lantang membela yang ramai meski curang, licik, dan jahat.

Karena aku yang kecil tahu bahwa bertanya mengapa takkan ada gunanya, aku bertekad tumbuh menjadi dewasa yang berbeda.

Tahun-tahun berlalu.

Semakin sering aku menyendiri sebab tahu betul: manusia tidak sekedar saling menyakiti demi mendapat lebih.

Mereka terutama menyakiti siapapun yang berbeda--mereka terusik dengan manusia-manusia yang tidak berminat pada perlombaan hidup. 

Mereka serang manusia-manusia yang tidak ingin berkelompok. 
Manusia-manusia yang tidak setuju. 
Manusia-manusia yang manusia--tak jadi soal apakah keberadannya senyap atau berisik, apakah gemerlap atau lamat-lamat. 
Semua berbahaya bagi kelangsungan mendapatkan lebih--maka ditumpaslah.

Tahun-tahun berlalu, dan aku, tetaplah seorang dengan hidup yang kecil.
Satu-satunya yang kumiliki adalah keberanian; keberanian yang besar.

"Hanya karena hidup kita sulit, bukan lantas kita persulit manusia lain untuk membuatnya lebih mudah," wanti Bapak selalu.

Sebab kebenaran adalah mutlak--dan aku yakin mereka bukan tidak tahu,

melainkan tidak mau tahu.

Agar mendapat lebih.

Comments

Popular Posts