Well, well...


Hari ini gue baru saja menyelesaikan administrasi 'sederhana' soal pembuatan surat keterangan berkelakuan baik di sekolah. Tentunya tidak langsung jadi, karena pegawai TU punya banyak pekerjaan dan Kepala Sekolah sedang keluar dan "..nggak tahu kapan baliknya." Sebenarnya sudah jadi minggu lalu, dan salah gue sendiri sih telat ngambil, karena hujan lebat berkepanjangan selalu membuat kami--gue dan pacar--batal ke sekolah, lalu karena kami 'tidak mengontrol' surat tersebut, suratnya jadi 'nyelip'. Gue jadi membayangkan betapa repotnya mengurus suatu hal yang 'melibatkan lebih banyak orang' berdasarkan gambaran tersebut. (-__-)

Typical, huh? Birokrasi, di mana-mana, memang tidak mudah, tapi di Indonesia, seringkali merupakan sebuah sarana untuk menonton lawakan. Dari tingkat pegawai negeri administratif sebuah kantor kelurahan sampai anggota Dewan Yang Terhormat. Gue jadi kasihan sama para pegawai negeri yang punya etos kerja berkualitas tinggi, sebab nama mereka ikutan dicap jelek seperti kawan-kawannya yang tidak. Dan jawabannya adalah, "...ya, mau gimana lagi ya..?" Memuakkan.

Dan pemerintah, entah atas dasar malas atau tidak mau, seperti tidak melakukan apapun untuk menaikkan kualitas kerja ini. Gue sih rada maklum, secara beban mereka cukup berat, sebab negara ini adalah negara serba tanggung, yang semua solusinya selalu berujung masalah baru dan...duit. Padahal duit banyak, ya? Buktinya anggota Dewan Yang Terhormat bisa melakukan kunjungan kerja ke luar negeri berkali-kali untuk membahas RUU, walaupun tidak ada yang bisa 'mengontrol' siapa yang dikunjungi dan apa kerjaannya. Sepertinya masa bodo juga kalau akhirnya hasil kerjanya nggak terpakai...kan, cuma RUU, belum UU. Tuh kan, lawak lagi. Harusnya mereka ngelamar saja jadi pelawak ke grup Srimulat kalau mau dapat dana lebih untuk kebutuhan sehari-hari. Lebih halal, bebas korupsi.

Ketika sedang berpikir ngawur, gue pernah bilang sama Ibu, kenapa ya KTP bikinnya nggak pakai mesin photobox saja? Foto, masukkan data, diprint. Jadi, deh. Nggak usah repot-repot ke kelurahan, hehehe. Tapi beliau mengemukakan 8 Alasan Mengapa KTP Tidak Bisa Dicetak Semudah Pas Foto berikut:

  1. Sistem database negara ini masih payah.
  2. Server internet negara ini lebih payah lagi.
  3. Masih banyak pegawai negeri yang gaptek.
  4. Indonesia belum bisa bikin mesin semacam itu.
  5. Pengadaan mesinnya butuh biaya--untuk dikorupsi. Peace :D
  6. Tidak semua orang nyaman memakai.
  7. Akan banyak pegawai negeri yang tidak diperlukan, dan lebih buruk lagi, terus digaji tanpa bekerja karena 'tidak bisa' dipecat.
  8. Akan timbul banyak perusakan mesin semacam itu oleh para calo pengurus KTP yang merasa dirugikan.

Hohoho. Jadi, itu baru KTP. Bayangkan berapa banyak proses birokrasi dilakukan oleh beratus juta orang setiap harinya... dan betapa menggiurkan proses-proses tersebut untuk 'diproyekkan'. Gue yakin orang lain juga sudah muak melihat ini semua, tapi aksi paling heroik pun, paling-paling bakal berakhir dalam peti mati. Agak sedih juga ya...

Jadi, minggu depan, mau kunjungan kerja ke mana lagi, wahai anggota Dewan Yang Terhormat?





Comments

Popular Posts