Romance a la Mom and Dad

Ibu gue selalu bertanya, apakah yang benar-benar menarik dari seorang lelaki buat gue? Dan gue tidak pernah sempat menjawab itu karena terlalu lama berpikir. Oke, itu adalah satu hal lain dan gue tidak menulis ini untuk menjawabnya, tapi, seandainya saja beliau menanyakan sesuatu seperti apakah menurutmu yang menarik dari Ibu dan Bapak?

Haa, gue akan menjawabnya tanpa perlu mikir-mikir. Ahahahah.

Dari banyak cerita cinta yang gue tahu, cerita cinta beliau berdua tetap paling mengesankan karena selain gue melihat perkembangannya dari hari ke hari, kisah mereka selalu bisa membuat gue mendengar (atau melihatnya) dengan mulut nganga. Karena heran, maksudnya.

Ibu dan Bapak adalah dua orang ekstrover yang sama-sama, hem, yakin pada diri sendiri, periang, suka bicara, dan memandang semua hal dari bingkai kacamata yang sama, meski sayangnya, yang satu cuma dapat lensa kanan dan satunya lensa kiri. Bingung? Tinjau sampel berikut... (ciri-ciri kebanyakan belajar Momentum)

Suatu siang, gue, Bapak, dan Ibu berada dalam mobil untuk menjemput Saras yang habis turnamen pencak silat di Universitas Mercubuana. Karena nggak satu pun dari kami tahu persis di mana tempatnya, gue turun dan tanya jalan.

Setelah tanya gue naik lagi ke mobil dan menjelaskan,
"Nanti belok kanan, lampu merah ketiga belok kiri."

Kebetulan di ujung jalan ada lampu merah dan suasana sore yang crowded bikin lampu merah memperburuk macet. Posisi lampu merah yang pas di atas mobil bikin Bapak nggak bisa lihat lampu dan beliau bilang,
"...mana lampu merahnya?"
Refleks Ibu menjawab, "...nanti, habis yang ketiga, baru belok kiri."
"..ih, Ibu nih apaan sih, mana Prit lampu merahnya?"
"Bukan di sini, Bapaak, nanti lampu merah ketiga, baru ke kirii.."
"Siapa yang nyari lampu merah ketiga?"
"Lah tadi katanya~"
"..aku bilang kan lampu merah!"
"..iyaa~"

Gue: "..ijoo, ijooo, ayo jalan!"

.......mengerti sekarang apa yang gue maksud? Dan kejadian seperti itu tidak berlangsung sekali-dua kali. Juga bukan hanya untuk hal-hal yang sepele. Yang jelas, gue sebagai anak dari beliau berdua cuma bisa menontoni mereka, menarik nafas panjang, lalu garuk-garuk pala. Mereka berdebat persis seperti cowok dan cewek berseragam putih abu-abu seumuran gue, dengan gestur yang kalian semua takkan percaya masih bisa dikeluarkan dua orang setengah baya yang rambutnya mulai beruban.

Tapi, segombal dan sejayus apapun mereka, gue tahu pasti mereka saling menyayangi, dalam romantisme yang hanya mereka sendiri bisa pahami. Selalu ada alasan tertentu untuk cinta yang dipertahankan~dan nggak semua orang bisa mengerti itu.

termasuk dirimu, Ibu, atas cerita cintaku : DD

So just pray that those love would never ends.









Comments

Popular Posts